APPROACH ME ON:

   

 
 
 

Hi Stalkers.

 

 

 

 

 

Saat Harimau Tak Ingin Menjadi Liar(III)

 

Dengan santainya aku berjalan pulang ke asrama menapaki jalan yang tidak terlalu terbentang lebar, namun terlihat begitu mengkilat dengan aspalnya yang hitam  gelap murni. Antara asrama dan sekolahan, memang tidak terlalu dekat, mengingat komplek sekolah ini bisa dibilang luas, mungkin hanya 1:2 dengan Kalibata City. Setelah sekitar 8 jam berkutat dengan buku, soal, huruf, angka, symbol matematika dan istilah biologi yang tak kunjung sudah menyiksa otakku, akhirnya kerja paksa ini terselesaikan. Sambil menyantap pisang karamel – ku sadari ini tidak terlalu baik, aku terus melangkah. Sudah tidak sabar untuk membenamkan diriku sejenak dalam kasur yang sudah sejak tadi menggoda-goda.

“Ha akhirnya.” Ujarku sambil membuka pintu secara langsung dan melempar tas ke arah kasurku.

Dengan segera aku menyambar pakaian di dalam lemariku dan menggantinya segera. Kujatuhkan dengan sengaja tubuhku ke atas kasur dan memejamkan mata namun berharap agar aku tidak tertidur.

“Gea, Yara. Bagi makanan dong” ucapku setengah teriak.

Namun tak ada jawaban. Aku baru teringat ternyata kedua teman sekamarku adalah anggota Paskibra yang saat ini sedang sibuk menyiapkan sesuatu yang tidak begitu penting untuk kuketahui.

Tak mau menjadi kacang kering di kamar, aku pun memutuskan untuk berkunjung ke kamar Bibin. Dengan penampilan lusuh apa adanya, aku meninggalkan kamar 5 x 6 m itu.

***

“Dis…tri…bu…tor…nar…ko…ba…di…ja…kar” aku membaca apa yang diketik Bibin di mesin pencari Google.

“Eh Farah. Kok disini. Kenapa kamar lo?” sontak Bibin berputar dan tampak begitu heran dengan kedatanganku seolah ini ajaib.

“Bocah lagi pada latihan. Daripada ngering di kamar, mending ngungsi. Eh kebetulan ketemu orang yang bernasib sama.”

Bibin tampak tertawa kecil. Namun jelas itu seperti paksaan. Wajar saja, lawakanku memang tak ada rasanya.