Gemuruh

                Hari itu, hujan begitu deras membasahi bumiku tercinta. Semua pohon, bunga, rumah dan benda lainnya yang ada di luar sana basah, bermandikan air hujan. Tak ada suara kicauan burung, bahkan orang yang biasanya berlalu lalang di depan rumah tidak menampakkandiri  sedikit pun. Ana masih terduduk menatap kosong kearah laptopnya. Slide show yang muncul di monitor laptop seakan mengingatkan ia pada masa lalu, masa dimana ia masih bersama orang yang ia sayangi. Tak terasa keluar butir-butir air di sudut matanya yang indah, ia tertunduk diam dan menangis sejadi-jadinya. Sampai akhirnya Ibu mengetuk pitu kamarnya.

“Ana, Ana kamu kenapa sayang ?. Buka pintunya sayang”.

                Ana tidak membukakan pintunya sampai akhirnya terdengar suara jatuhan benda-benda yang ada di dalamnya. Ibunya semakin gelisah dan memanggil Pak Sopir untuk membantu membuka pintu kamar Ana. Pintu pun berhasil dibuka dengan cara di dobrak. Dan betapa terkejutnya Ibu melihat Ana bersimpahan darah, Pak sopir segera membawanya kedalam mobil menuju Rumah sakit terdekat bersama Ibu. Ibu menangis pilu melihat anak satu-satunya bersimbahan darah di pangkuannya.

                Lima bulan yang lalu, Ana dan Dhimas pergi ke suatu tempat dimna pertama kali mereka bertemu  untuk merayakan hari jadi mereka yang ke satu. Disana terdapat satu meja makan dan dua kursi yang diatasnya terdapat lilin putih, bunga dan makanan kesukaan mereka berdua, sate. Mereka berdua adalah penggemar sate sejati, hampir seluruh kios sate yang ada di daerah mereka sudah mereka cicipi. Tak hanya meja makan yang romantis, tetapi di sekeliling mereka terdapat tujuh puluh lima lilin yang membentuk inisial nama mereka, DA dan disepanjang menuju meja makan itu tertapan taburan bunga yang indah. Dhimas sudah mempersiapkan semua ini sejak satu bulan yang lalu. Ana menangis bahagia, Dhimas pun mengeluarkan sebuah cincin yang di tujukan kepadanya.

Happy Anniversary sayang” ujar Dhimas.

“Makasih sayang, kamu romantic sekali” Ana tersenyum bahagia.

                Dhimas mengenakan cincin tersebut ke jari tengah Ana. Cincin itu, bersinar indah ketika terkena sinar lampu. Ana terkejut dan terharu ketika Dhimas yang selama ini tidak bisa memainkan alat musik memainkan lagu kesukaannya dengan gitar berwarna putih dan Dhimas terlihat tulu memainkan lagu tersebut.  Hari mulai larut dan mereka meninggalkan tempat tersebut dengan rasa bahagia. (Berlanjut :))