BUKU TAMU     KIRIM ARTIKEL      LINK FAVORIT     DISKUSI      KONTAK      BERITAHU TEMAN     POLLING  

 

Terima Kasih Telah Menghampiri :

 

Silah Unduh Artikel & Hasil Penelitian:

 

MENGEMBANGKAN SMP NEGERI 21 SEBAGAI SMP KETERAMPILAN DENGAN MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN UNTUK

 MENGANTISIPASI ERA GLOBAL

 

Oleh :

Hj. Endang Sri Suntari, M. Pd *)

 

            *) Hj. Endang Sri Suntari, M. Pd adalah Kepala SMK Negeri 21 Samarinda

 

 

A. Pendahuluan

 

Dunia pendidikan di Indonesia  hingga saat ini masih menghadapi tiga tantangan.   Tantangan pertama, sebagai dampak  dari krisis ekonomi yang sekarang masih dirasakan  dunia pendidikan dituntut untuk dapat mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang telah dicapai. Tantangan kedua adalah  mengantisipasi era global dunia pendidikan dituntut untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten agar mampu bersaing dalam pasar kerja global. Tantangan ketiga, sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah, perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian sistem pendidikan nasional sehingga dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keberagaman kebutuhan/keadaan daerah dan peserta didik, serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat.

 

Hingga saat ini pula pendidikan nasional masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang menonjol (1) masih rendahnya pemerataan memperoleh pendidikan; (2) masih rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan; dan (3) masih lemahnya manajemen pendidikan, di samping belum terwujudnya kemandirian dan keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi di kalangan akademisi. Ketimpangan pemerataan pendidikan juga terjadi antarwilayah geografis yaitu antara perkotaan dan perdesaan, serta antara kawasan timur Indonesia (KTI) dan kawasan barat Indonesia (KBI), dan antartingkat pendapatan penduduk ataupun antargender.

 

Kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat memprihatinkan. Hal tersebut tercermin, antara lain, dari hasil studi kemampuan membaca untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) yang dilaksanakan oleh organisasi International Educational Achievement (IEA) yang menunjukkan bahwa siswa SD di Indonesia berada pada urutan ke-38 dari 39 negara peserta studi. Sementara untuk tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), studi untuk kemampuan matematika siswa SLTP di Indonesia hanya berada pada urutan ke-39 dari 42 negara, dan untuk kemampuan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) hanya berada pada urutan ke-40 dari 42 negara peserta (www.depdinas.co.id)

 

SMP Negeri 21 sebagai salah satu SMP Negeri di kota Samarinda, dimana SMP Negeri 21 dengan jumlah kelas sebanyak 19 kelas dan jumah peserta didik sebanyak 712 anak untuk Tahun Pelajaran 2004/2005 ini termasuk SMP yang memiliki ciri khas sebagai SMP ketrampilan karena dulu SMP ini mantan STN Negeri 2 Samarinda.  Tentu nya tidak akan ketinggalan dalam ambil bagian untuk meningkatkan mutu pendidikan di kota Samarinda maupun di Indonesia. Peningkatan mutu pendidikan di SMP Negeri 21 tidak berarti hanya akan mempersiapkan lulusan SMP yang bermutu tinggi sehingga dapat di  terima di sekolah Negeri lebih lanjut, namun juga mutu sumber daya manusia yang telah dimiliki berupa ketrampilan hidup mereka sehingga mereka mampu mengelola dirinya dalam menyongsong masa depan dengan kemandiriannya.

 

Sejalan dengan itu perlu kiranya bagi kepala sekolah, para guru, staf, siswa, dan stakeholder untuk dapat bersama-sama membangun SMP Negeri 21 ini dengan sebaik-baiknya, saling kerjasama yang baik, kreatifitas dan inovatif, serta pengelolan sekolah yang efektif dan efisien sehingga tujuan SMP Negeri 21 dapat tercapai dan secara umum tujuan pendidikan nasional dapat tercapai.

 

Langkah yang dilakukan untuk membangun pendidikan di SMP Negeri 21 tentu mengacu pada Arah kebijakan pembangunan pendidikan menurut GBHN 1999-2004 adalah:

1.   Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan secara berarti.

2.   Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan.

3.   Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara profesional.

4.   Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana memadai.

5.   Melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen.

6.   Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

7.   Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai dengan hak dukungan dan lindungan sesuai dengan potensinya.

8.   Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk teknologi bangsa sendiri dalam dunia usaha, terutama usaha kecil, menengah, dan koperasi guna meningkatkan daya saing produk yang berbasis sumber daya lokal.

 

B. Sekolah Sebagai Lembaga Pendidikan Dan Pusat pembudayaan

 

SMP Negeri 21 Sebagai lembaga pendidikan  pendidikan akan senantiasa membangun sumber daya manusia secara berkelanjutan dengan menerapkan kebijakan yang telah di gariskan oleh pemerintah. Sebagai lembaga pendidikan maka perlu dikembangkan iklim belajar dan mengajar yang konstruktif agar peserta didik dapat berkembang secara kreatif sehingga akan lahir gagasan-gagasan baru dari mereka. Upaya tersebut menuntut tradisi belajar yang dilandasi oleh semangat dan nilai-nilai yang relevan, diantaranya adalah profesionalisme, toleransi terhadap keragaman pendapat dan keterbukaan.

 

Profesionalisme sebagai prasyarat kreativitas mengandung arti bahwa seseorang harus menguasai secara tuntas bidang keahliannya, disertai komitmen dan dorongan untuk mencapai prestasi yang setinggi-tingginya. Kreativitas juga mensyaratkan adanya toleransi terhadap perbedaan pendapat. Peningkatan kemampuan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi hanya mungkin terjadi melalui sintesis dan perpaduan antara perspektif dan argumentasi yang berbeda-beda. Tradisi akademik yang harus kita bangun dilingkungan pendidikan ialah bahwa suatu gagasan dan pendapat hendaknya benar-benar didasari  pada pemikiran yang jernih dan didukung oleh bukti-bukti yang dapat di uji kebenarannya. Keterbukaan, yaitu kesediaan dan kesiapan untuk menerima informasi, gagasan dan nilai-nilai baru yang konstruktif. Dengan adanya keterbukaan akan terhindar dari perangkap wawasan sempit yang dapat menghambat berembangnya kreatifitas dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam perwujudannya, keterbukaan menuntut adanya aturan permainan dan etika yang jelas sebagai pedoman berpikir dan bertindak (Anonim, 2001).

 

Pada awal tahun 1980-an telah diperkenalkan gagasan "sekolah sebagai pusat pembudayaan" menyusul kemudian terbitnya buku yang memuat pokok-pokok pikiran tentang "Wawasan Wiyatamandala", "Ketahanan Sekolah", serta "Tata Krama Siswa". Pertanyaan yang timbul adalah, apakah gagasan-gagasan yang cukup baik ini benar-benar bisa diwujudkan dalam praktik proses pendidikan di sekolah? Jawaban dari pertanyaan ini kelihatannya banyak ditentukan oleh persepsi masyarakat sendiri tentang peran serta fungsi institusi pendidikan, khususnya sistem persekolahan modern itu. Berkaitan dengan masalah ini kelihatannya ada persepsi yang berkembang di masyarakat, yang juga bisa dianggap berasal dari dampak modernisasi terutama pada perkembangan permulaannya.

 

Penerapan pendidikan budi pekerti dalam konteks pendidikan nasional saat itu menggunakan pendekatan "pengintegrasian" dengan beberapa mata pelajaran yang relevan seperti pendidikan agama, PPKN, Bahasa Indonesia, serta mata pelajaran yang substantif budi pekerti tidak bisa dilepaskan dari tujuan, isi dan proses pembelajaran keagamaan, sosial dan humaniora (Bali Post, 11April 2004).

 

Adanya sekolah sebagai pusat pembudayaan masih relevan hingga kini. Peserta didik harus memperoleh nilai moral, sikap agar mereka kelak mampu berdaptasi dengan baik terhadap ligkungan sekitarnya.  Pendidikan nilai-nilai  pada peserta didik merupakan tanggungjawab semua guru dan pembinaannya pun harus oleh semua guru. Semua guru harus menjadi sosok teladan yang berwibawa bagi para peserta didik.

 

SMP Negeri 21 tetap akan mempertahankan sebagai sekolah yang merupakan lembaga pendidikan dan pusat pembudayaan nilai-nilai, sikap, dan kemampuan peserta didik, dengan meningkatkan partisipasi orang tua murid (masyarakat) yang didukung oleh sarana dan prasarana  yang dimiliki oleh sekolah. Oleh karena itu SMP Negeri 21 telah mempunyai program pengembangan sekolah :

1.      Jangka Pendek (1 tahun)

a.   Membekali peserta didik dengan ketrampilan komputer

b.      Melengkapai sarana parasarana seperti pengadan komputer, pengadaan laboratorium IPA, dan photo copy

c.      Pengadaan program remedial untuk mata pelajaran Bahasa Inggris

2.      Jangka Menengah ( 4 tahun)

a.       Terus menerus untuk meningkatkan mutu lulusan

b.       Melanjutkan dan mengevaluasi program yang sudah dibuat

c.       Melengkapi sarana laboratorium IPA maupun praktik

d.       Membangun Musholla sebagai sarana untuk meningkatkan iman dan takwa

e.       Meningkatkan penyediaan, penggunaan, dan perawatan sarana dan prasarana pendidikan: buku pelajaran pokok, buku bacaan, alat pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), IPA, dan matematika, perpustakaan, laboratorium.

    

C. Menyelenggarakan Sekolah Yang Efektif dan Efisien

 

Pakar pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta, Prof Dr Soedijarto, mengingatkan, sistem sekolah seharusnya bisa memobilisasi masyarakat secara vertikal. Artinya, masyarakat memperoleh nilai tambah dari pendidikan persekolahan yang diikutinya. Bahkan bukan sekadar nilai tambah, tetapi bisa memberikan kehidupan yang lebih baik dibandingkan dengan kondisinya sebelum mengikuti persekolahan (Kompas,  31 Juli 2003).

 

Sekolah adalah sebuah masyarakat kecil (mini society) yang menjadi wahana pengembangan peserta didik dengan aktivitas didalamnya berupa proses pelayanan jasa. Sedang peserta didik adalah pelanggan (client) yang datang kesekolah untuk mendapatkan pelayanan, bukan bahan mentah yang akan dicetak menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.

 

Sehubungan dengan itu maka kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan lain di sekolah adalah tenaga profesional yang terus menerus berinovasi untuk kemajuan sekolah, bukan birokrat yang sekadar patuh menjalankan petunjuk atasan. Perlu kiranya bagi kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan lain untuk memberi nilai lebih kepada sekolah dengan menciptakan konsep sekolah yang efektif, antara lain :

a.      Sekolah efektif adalah sekolah yang memiliki profil yang kuat: mandiri, inovatif, dan memberikan ikim yang kondusif bagi warganya untuk mengembangkan sikap kritis, kreativitas dan motivasi.

b.      Sekolah efektif adalah sekolah yang memiliki kerangka akuntabilitas yang kuat kepada siswa dan warganya melalui pelayanan yang bermutu

c.      Orang tua dan masyarakat berpartisipasi secara aktif, karena sekolah dapat memenuhi kebutuhan mereka dan responsive terhadap aspirasi mereka (Anonim, 2003).

 

Startegi untuk mencapai sekolah yang efektif adalah melalui MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS adalah suatu ide/konsep dimana kekuasaan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pendidikan diletakkan pada tempat yang paling dekat dengan proses pembelajaran, yakni sekolah itu sendiri. Konsep MBS ini didasarkan pada Self Determination Theory yang menyatakan bahwa apabila seseorang atau kelompok memiliki kekuasaan untuk mengambil keputusan sendiri, maka orang atau kelompok tersebut akan memiliki tanggung jawab yang besar untuk melaksanakan apa yang telah diputuskan.

 

Implementasi dari MBS terdapat 4 faktor penting yaitu :

1.      Kekuasaan yang dimiliki sekolah dalam pengambilan keputusan perlu dilaksanakan secara demokratis, antara lain dengan :

a.      melibatkan semua pihak khususnya guru dan orang tua siswa

b.      membentuk tim-tim adhoc pada level sekolah yang diberi wewenang untuk mengambil keputusan dalam hal-hal yang relevan dengan tugasnya ;

c.      menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga di luar sekolah

 

2.      Kepala sekolah dan seluruh warga sekolah harus menjadi  ‘learning person’ seseorang yang senantiasa berusaha menambah pengetahuan dan keterampilannya.

Seluruh warga sekolah perlu memiliki pengetahuan untuk meningkatkan prestasi sekolah, memahami dan melaksanakan berbagi teknik manajemen, misalnya : quality assurance, quality control, self-assesment, School Review, Benchmarking, SWOT analysis, dll.

3.      Sekolah yang melaksanakan MBS perlu memiliki informasi yang jelas berkaitan dengan program sekolah, sehingga seseorang yang melihat informasi itu akan dapat mengetahui keadaan sekolah. Informasi yang amat penting untuk dimiliki sekolah, antara lain yang berkaitan dengan :

a.      kemampuan sekolah

b.      prestasi peserta didik

c.      kepuasan orang tua peserta didik dan peserta didik itu sendiri

d.      visi dan misi sekolah

4.      Sekolah yang melaksankan MBS perlu menyusun sistem penghargaan untuk memberikan penghargaan bagi warga sekolah yang berprestasi, terutama untuk mendorong karier warga sekolah, khususnya guru.

 

Prakarsa kearah MBS mulai di terapakan di SLTP dan SMU pada tahun 1999, dan diberi nama ‘Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), merupakan suatu model manajemen pendidikan yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah untuk mengambil keputusan secara partisipatif dengan melibatkan segenap warga sekolah.

 

Tujuan dari MPMBS adalah :

a.      Meningkatkan mutu pendidikan melelui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia ;

b.      Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama

c.      Meningkatykan tanggung jawab sekolah kepada orang tua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya

d.      Meningkatakan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.

 

Disamping konsep MPMBS dalam penyelenggaraan sekolah yang efektif juga menggunakan konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat. Definisi umum tentang pendidikan berbasis masyarakat adalah “pendidikan yang sebagian besar keputus-keputusannya dibuat oleh masyarakat” (education in which a high proportion of decisions are made by community). (Dean Nelson, 1999). Sedang Umberto Sihombing mendefinisikan bahwa pada dasarnya pendidikan berbasis masyarakat adalah pendidikan yang berada di masyarakat, dan menekankan pentingnya partisipasi masyarakat pada setiap kegiatan belajar dan bermasyarakat. (Umberto Sihombing, 1999).

 

Pendidikan berbasis masyarakat dapat dilihat dari tingkat pengendaliam masyarakat terhadap pendidikan dengan indikator-indikator berikut ini : 1) dukungan (support) orang tua dan anggota masyarakat lainnya dalam memberikan sumbangan dan atau tenaga, 2) keterlibatan (involment) orang tua dan anggota masyarakat lainnya  dalam memberikan bantuan pengambilan keputusan, misalnya tentang jadwal sekolah atau  kegiatan ekstrakurikuler; 3) kemitraan (partnership) – orang tua dan anggota masyarakat lainnya menjalin kemitraan yang sejajar dengan pengelola sekolah dan menentukan hal-hal yang berkenaan dengan, misalnya tujuan program, alokasi dana, dan ketenagaan, 3) kepemilikan penuh (full ownership) para anggota masyarakat mengendalikan semua keputusan tentang program.

 

Adanya “Komite Sekolah” yang di sekolah merupakan salah satu perwujudan dari konsep pendidikan berbasis masyarakat, dimana masyarakat telah dilibatkan secara aktif dalam menentukan kebijakan pendidikan di suatu sekolah. Komite Sekolah tidak hanya berlaku sebagai penghubung antara peserta didik dengan pihak sekolah, namun fungsi Komite Sekolah juga berkaitan dengan bagaimana cara untuk ikut mengemabangkan sekolah dan memajukan sekolah.

 

Efisiensi adalah seberapa sumber-sumber potensial pendidikan , baik yang bersifat manusia maupun non manusia yang sangat terbatas dapat dioptimalkan penggunaannya. Efisiensi menekankan agar dengan sedikit tenaga, biaya dan sumber potensial pendidikan didapatkan hasil yang optimal.

 

Prasyarat adanya efisiensi terdapatnya sistem kendali yang baik perlu adanya pengawasan yang baik dan dilakukan secara terus menerus, agar dapat ditekan seminimal mungkin mengenai kebocoran, pemborosan dan penyalah gunaan dalam penggunaan sumber-sumber pendidikan. Suatu pendidikan dikatakan memiliki efisiensi  jika dapat mencapai tujuan-tujuan secara berhasil dengan pengorbanan atau biaya sekecil-kecilnya. Suatu pendidikan dikatakan efisiensi jika telah mampu menghasilkan jumlah lulusan sesuai dengaan jumlah murid terdaftar pada tingkat pembiayaan yang minimal.

 

Implementasi penyelenggaraan sekolah yang efektif dan efisien melalui konsep MPMBS maupun pendidikan berbasis masyarakat pada SLTP Negeri 21 Samarinda adalah :

1.      Merumuskan secara bersama Visi dan Misi sekolah SMP Negeri 21 Samarinda :

a.      Visi : Menghasilkan tamatan yang unggul, berkepribadian luhur, disiplin, memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi berdasarkan iman dan takwa.

b.      Misi : Mengolah dan mengembangkan rasio, rasa, karsa, dan raga serta membekali keterampilan dasar secara ‘PAKEM’ bagi peserta didik.

P = Partisipatif

A = Aktif

K = Kreatif

E = Efektif

M= Menyenangkan

2.      Mengembangkan pola penyelenggaraan pendidikan berdasarkan MPMBS untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya pendidikan dengan memperhatikan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat.

3.      Bekerjasama dengan ‘Komite Sekolah’ serta stakeholder dalam pengembangan pendidikan dan pelayanan kepada peserta didik

4.      Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, seperti diversifikasi penggunaan sumber daya dan dana;

5.      Mengulang kelas/ketidak lulusan peserta didik merupakan suatu penomena “pemborosan” yang dapat dinilai secara finansial sehingga tingginya angka mengulang kelas/ketidak lulusan  merupakan suatu petunjuk dari ketidak efisienan suatu sistim pendidikan. Oleh karena itu SMP Negeri 21 Samarinda berupaya agar siswa mengulang kelas dan ketidak lulusan dapat ditekan seminim mungkin.

 

D. Kurikulum SMP

 

Secara mikro dalam proses peningkatan mutu pendidikan adalah kegiatan belajar mengajar yang melibatkan interaksi guru, isi atau materi pelajaran dan siswa. Kebijakan teknis pengembangan “Kurikulum  Edisi 1999” adalah sebagai pedoman dan arah dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, sedangkan keberhasilan implementasinya sangatlah ditentukan oleh pendekatan, kesungguhan pengelola, manajemen dan fasilitas pendukung lainnya .

 

Dalam Garis-Garis Besar Program Pendidikan dan Pelatihan (GBPP) Kurikulum Edisi 99 terutama untuk SMP yang mempunyai keterampilan kejuruan,  menganut prinsip sebagai berikut:

1.Berbasis luas, kuat dan mendasar (Broad Based Curriculum/BBC pengertian Broad Based Curriculum adalah pola penyajian kurikulum yang terstruktur mulai dari kemampuan dasar, kemampuan lanjutan, sampai kemampuan spesialisasi/keahlian 3 aspek dalam pengembangan BBC pertama, pendidikan harus selebar mungkin cakupannya, agar tamatan yang akan bekerja akan dapat menemukan tempat pada lapangan kerja lainnya yang berdekatan dengan kualifikasi bidang kejuruannya. Kedua pendidikan harus sedalam mungkin agar tamatan yang akan bekerja memiliki kualifikasi yang memadai untuk pekerjaan yang menuntut spesialisasi.

2.Berbasis kompetensi (Competency Based Curriculum), pengertian Pendekatan Competency/kemampuan adalah seperangkat tindakan inteligensi dan penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai prasyarat melaksanakan bidang pekerjaan tertentu     

 

Pendekatan dalam pengembangan kurikulum :

1.      Berorientas pada pencapaian hasil (out-put oriented) yang dirumuskan dalam bentuk kompetensi

2.      Kurikulum bebasis kompetensi bertitik tolak dari  kompetensi yang dimiliki oleh siswa

3.      Penerapan ‘Mastery Learning’ dalam pembelajaran dan penilaian

4.      Kurikulum yang utuh dan menyeluruh (holistic)

5.      Kurukulum berbasisi kompetensi sebagai ‘nasional platform

6.     Diversifikasi kurikulum seolah dapat mengembangkan/menyususn silabus berdasarkan standar kompetensi yang telah ditetapkan oleh pusat.

 

Dalam Kurikulum  Edisi 1999, strategi belajar  menggunakan  konsep pendekatan belajar tuntas. Secara sederhana belajar tuntas diartikan sebagai suatu cara belajar dimana siswa tidak diperkenankan melanjutkan belajar pada topik/kompetensi  berikutnya, jika topik/kompetensi yang sedang dipelajari belum diselesaikan secara tuntas. Dalam strategi ini standar minimal yang harus dikuasai siswa dari suatu topik/kompetensi perlu dirumuskan secara jelas. Jika tidak akan mengalami kesulitan dalam menentukan ketuntasan yang dicapai seorang siswa.

 

Setelah melaksanakan penilaian hasil belajar siswa, hasil yang diperloeh dapat dikategorikan pada dua kelompok yaitu :  a) kelompok (siswa) yang telah memenuhi standar minimal yang telah ditentukan pada suatu topik/kompetensi; b) kelompok (siswa) yang belum memenuhi standar minimal yang telah ditentukan pada topik/kompetensi.

Terhadap kedua kelompok tersebut guru memberikan perlakuan yang berbeda sebelum mereka mempelajari topik/kompetensi baru. Bagi kelompok yang telah memenuhi standar diberikan program pengayaan sedangkan bagi kelompok yang belum memenuhi standar minimal diberikan pengajaran remidial (remidial teaching) (Pendukung Pelaksanaan Pembelajaran , Kurikulum 1999).

 

Implementasi terhadap kurikulum berbasis luas dan berbasis kompetensi di SMP Negeri 21 Samarinda adalah :

1.      Melakukan kegiatan program remedial dan pengayaan terutama untuk mata pelajaran yang menjadi target UAN (Ujian Akhir Nasional)

2.      Menyusun silabus untuk tiap-tiap mata pelajaran oleh para guru yang tergabung MGMP, Kelompok Kerja Guru, atau Dinas Pendidikan Kota

3.      Melakukan pengujian berkelanjutan dengan yang mencakup ranah afektif, psikomotorik, dan kognitif.

4.      Menyusun kurikulum yang berbasis kompetensi dasar, sesuai dengan kebutuhan dan potensi pembangunan kota Samarinda, mampu meningkatkan kreativitas guru, sesuai dengan kapasitas dan kemampuan peserta didik, menunjang peningkatan penguasaan ilmu-ilmu dasar serta keimanan, ketakwaan dan kepribadian yang berakhlak mulia;

 

E. Kreatifitas dan Inovatif Dalam Memajukan Sekolah

 

Disamping hal-hal yang telah dikemukan di atas, SMP Negeri 21 Samarinda juga mengembangkan kreatifitas dan inovasi lain dalam memajukan sekolah diantaranya adalah dengan meningkatkan kemampuan profesional dan kesejahteraan guru serta tenaga kependidikan lainnya agar dapat meningkatkan kualitas, citra, wibawa, harkat, dan martabat.

 

Usaha pemerintah meningkatkan mutu pendidikan tidak akan berhasil jika tidak dibarengi perbaikan mutu guru. Itu sebabnya, proses rekrutmen calon guru seharusnya lebih ketat dibandingkan sekolah umum. Implikasinya, guru juga harus mendapat penghargaan yang lebih tinggi.Hal ini diungkapkan Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia Mohammad Surya dalam rapat dengar pendapat umum di Komisi VI DPR RI di Jakarta, Rabu (17/9). "Selama ini jika terjadi ketidakberesan dalam pendidikan, guru yang sering disalahkan," ujarnya. (Kompas : 18 September 2003).

 

Namun demikian tidak ada salahnya jika ada pendapat yang menyatakan bahwa mutu guru rendah. Rendahnya mutu guru menurut J. Sudarminta (2000) antara lain tampak dari gejala-gejala berikut : (1) lemahnya penguasaan bahan yang diajarkan; (2) ketidaksesuaian antara bidang studi yang dipelajari guru dan yang dalam kenyataan lapangan yang diajarkan; (3) kurang efektifnya cara pengajaran; (4) kurangnya wibawa guru di hadapan murid; (4) lemahnya motivasi dan dedikasi untuk menjadi pendidik yang sungguh-sungguh; semakin banyak yang kebetulan menjadi guru dan tidak betul-betul menjadi guru; (6) kurangnya kematangan emosional, kemandirian berpikir, dan keteguhan sikap dalam cukup banyak guru sehingga dari kepribadian mereka sebenarnya tidak siap sebagai pendidik; kebanyakan guru dalam hubungan dengan murid masih hanya berfungsi sebagai pengajar dan belum sebagai pendidik; (7) relatif rendahnya tingkat intelektual para mahasiswa calon guru yang masuk LPTK (Lembaga Pengadaan Tenaga Kependidikan) dibandingkan dengan yang masuk Universitas.

 

Untuk itu SMP Negeri 21 Samarinda akan berupaya untuk selalu membenahi guru dengan meningkatkan mutu mereka, antara lain dengan cara :

1.      Memberikan honor atau kesejahteraan sesuai dengan kemampuan sekolah

2.      Mengikut sertakan guru dalam peningkatan keilmuan seperti penataran guru

3.      Memberi penghargaan (reward) pada guru yang berprestasi dan berdedikasi tinggi kepada sekolah

 

Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang harus ada dalam organisasi. Maju mundurnya organisasi, dinamis dan statisnya organisasi, tumbuh kembangnya organisasi, mati hidupnya organisasi, puas tidaknya orang dalam organisasi, gagal atau berhasilnya organisasi sebagian besar ditentukan oleh tepat tidaknya kepemimpinan seorang manajer organisasi.

 

Demikian dalam suatu organisasi sekolah. Kepala Sekolah sebagai manajer dan sekaligus sebagi seorang pemimpin punya andil besar terhadap kelancaran pendidikan di bawah kepemimpinanannya. Kemampuan Kepala Sekolah untuk melakukan manajemen pendidikan perlu untuk di kuasai dan di tingkatkan mengingat sekolah sebagai suatu usaha yang menelorkan produk berupa sumber daya manusia dan bukan produk berupa barang komoditas. Kepala Sekolah mempunyai beban yang berat dipundaknya karena dia harus memimpin sekian ratus siswa, para guru dan staf administrasi. Ini merupakan suatu pekerjaan yang berat yang memerlukan kejelian dan pemikiran yang matang agar Kepala Sekolah dapat memimpin bawahan dan warga sekolah dengan sukses.

 

Ada beberapa gaya kepemimpinan yang bisa diadaptasi oleh Kepala Sekolah, dimana gaya kepemimpinan itu dapat dijalankan oleh Kepala Sekolah jika gaya tersebut tidak berseberangan dengan keinginan bawahan. Wahyosumijo mengemukakan ada empat macam model kepemimpinan bila dikaitkan dengan ciri kepribadian seorang pemimpin . yaitu: Model Fiedler (l974), Model Houss Path Goal (l974), Model Vroom-Yetton (l973) dan model situasi (l977). Dari keempat model tersebut yang penting untuk dikembangkan adalah model kepemimpinan situasi.

 

Kepemimpinan situasional Kepala Sekolah adalah kegiatan Kepala Sekolah dalam usahanya untuk mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan dan menggerakkan guru dengan melakukan pendekatan sesuai situasi tertentu dan tingkat kematangan (kedewasaan) para bawahan yang dipimpin. Di sekolah seorang Kepala Sekolah dapat melaksanakan fungsi sebagai pemimpin dengan mengandalkan situasi organisasi dan beorientasi pada para guru sebagai bawahan. Kepala Sekolah dapat melakukan strategi untuk mengarahkan guru, memberi perintah, mendorong guru untuk berprestasi, dan mengikut sertakan guru dalam pengambilan keputusan. Sementara itu guru  juga dapat memotivasi diri mereka sendiri untuk bekerja mencapai puncak prestasi. Hal ini disebabkan guru mempunyai kebanggaan kepada organisasi dan profesi, guru berkeinginan untuk berhasil dengan melakukan pekerjaan sebaik mungkin, guru mempunyai tanggung jawab yang tinggi, guru bekerja dengan berorientasi ke masa depan, serta guru berani memikul resiko. Orientasi untuk berprestasi ini akan mendorog guru untuk melakukan pekerjaan sebaik mungkin.

 

Kepemimpinan situasional adalah kegiatan Kepala Sekolah dalam usahanya untuk mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan dan menggerakkan guru dengan melakukan pendekatan sesuai situasi tertentu dan tingkat kematangan (kedewasaan) para bawahan yang dipimpin. Hal-hal yang dilakukan oleh Kepala Sekolah dalam memimpin adalah Kepala Sekolah ketika memberikan penjelasan tugas-tugas kepada kelompok bisa melakukan gaya direktif, pada saat menunjukkan hal yang dapat menarik minat anggotanya maka ia dapat bergaya suportif, sedang ketika ia merumuskan tujuan kelompok maka ia bisa bergaya partisipatif, selain itu ia juga dapat membawa arah kepemimpinanya menuju prestasi agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien (Hj. Endang Sri Suntari, 2004).

 

Kepala Sekolah dapat menggerakkan bawahan dengan cara menerapkan prinsip motivasi, artinya Kepala Sekolah merangsanag guru dan staf lain untuk termotivasi dalam menjalankan tugas. Sebagai pengawas yang baik Kepala Sekolah dapat melakukan prinsip dasar supervisi yaitu : a). Pengawasan bersifat membimbing dan membantu mengatasi kesulitan dan bukan mencari kesalahan ; b) bantuan dan bimbingan diberikan secara tidak langsung artinya yang bersangkutan mampu mengatasi sendiri, sedang Kepala Sekolah hanya membantu, c). balikan atau saran perlu segera diberikan, d) pengawasan dilakukan secara periodik artinya tidak menunggu sampai terjadi hambatan, e) pengawasan dilakukan dalam suasana kemitraan (Anonim, 2000)

 

 

F. Kesimpulan dan Saran

 

1. Kesimpulan

 

Untuk menghadapi tantangan akibat adanya krisis ekonomi yang masih belum pulih betul, menghadapi persaingan era global dan memasuki era otonomi daerah serta adanya masalah pendidikan seperti masih rendahnya pemerataan memperoleh pendidikan, masih rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan, dan masih lemahnya manajemen pendidikan, di samping belum terwujudnya kemandirian dan keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi di kalangan akademisi. Maka perlu adanya pengembangan sekolah yang kreatif dan inovatif dengan konsep manajemen mutu pendidikan berbasis sekolah (MPMBS), manajemen pendidikan berbasis masyarakat, kurikulum yang berbasis luas dan mendasar serta berbasis kompetensi agar tercapai sekolah yang efektif dan efisien.

 

Disamping itu mutu pendidikan tanpa berarti jika mutu guru tidak ditingkatkan, oleh karena itu peningkatan mutu guru mutlak untuk dilaksanakan tidak hanya melalui peningkatan kompetensi keguruan, namun pemberian penghargaan, pemberian kesejahteraan juga penting untuk dilakukan. Segi kepemimpinan Kepala Sekolah juga perlu mendapat perhatian, dimana kepemimpinan kepala sekolah yang bergaya situasional sangat cocok diterapkan di dunia pendidikan. Adapun prinsip yang baik untuk menggerakan bawahan dengan menggunakan prinsip motivasi, sedang sebagai pengawas harus menerapkan dasar supervisi bersuasana kemitraan.

 

2. Saran

 

Perlu bagi SMP Negeri 21 Samarinda khususnya atau SMP Negeri di kota Samarinda pada umumnya untuk selalu melakukan kreativitas dan berinovasi baru agar dapat terlaksana pendidikan untuk menghasilkan tamatan yang sesuai dengan tuntutan daerah maupun tuntutan nasional. Sekolah tidak bisa berinovasi sendiri tanpa bantuan dari peserta didik, masyarakat pengguna jasa sekolah, dan stakeholder yang lain. Oleh karena itu Kepala Sekolah sebagai motor penggerak sekolah agar dapat bekerjasama dengan siswa, guru, orang tua, tenaga pendidik lain serta stakeholder untuk membangun dan memajukan sekolah.

 

Kepala Sekolah sebagai motor keberhasilan pendidikan di sekolah haruslah orang-orang yang kompeten dan mempunyai semangat yang tinggi untuk memimpin. Sebab tugas Kepala Sekolah tidaklah ringan namun juga tidak berat, asal Kepala Sekolah dapat bekerjasama dengan baik dengan peserta didik, guru, orang tua dan stakeholder.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Anonim, 2001, Kreatifitas Dan Prestasi Dalam Pendidikan, Hand Out Pelatihan Calon Kepala Sekolah, Depdiknas, Direktorat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Jakarta

 

______, 2001, Penyelenggaraan School Reform Dalam Konteks MPMBS, Hand Out Pelatihan Calon Kepala Sekolah, Depdiknas, Direktorat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Jakarta

 

______, 2000, Pendukung Pelaksanaan Pembelajaran, Kurikulum edisi 1999, Depdiknas

 

______, 2000, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Depdiknas

 

______, 2000, Panduan Manajemen Sekolah,  Depdiknas, Direktorat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Jakarta

 

______, 2004, Program Pembangunan Nasional 2000-2004, Bidang Pendidikan, di akses dari http://www.depdiknas.go.id, tanggal, 10 Oktoberr 2004

 

Hj. Endang Sri Suntari,  Hubungan Kepemimpinan Situasional dan Motivasi  Berprestasi dengan Kinerja Guru SMP Negeri  se Kota Samarinda. Tesis. Samarinda : Program Pascasarjana Kependidikan Universitas Mulawarman Bekerjasama dengan Universitsa Negeri Jakarta, 2004.

 

Dean Nielsen , 1999, Memetakkan Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat, Risalah sumbangan pemikiran

 

Sihombing, Umberto, 1999, Konsep dan Pengembangan Pendidikan Berbasis Masyarakat, Risalah sumbangan pemikiran

 

Sudarminto J,  2001, Citra Guru,  dalam   Pendidikan  Kegelisahan   Sepanjang   jaman, Sindunata (editor), Kanisius.

 

Wahyusumidjo, 1999, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Jakarta.:PT Raja Grafindo

 

 

Cari di sini

Site  Web

powered by FreeFind

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Last Update:

 

Since June,18.2000

Copyright ©2000, www.geocities.com/Guruvalah, All Rights Reserved  

Hosted by www.Geocities.ws

1