Articles

  • Q

    Imtak dan Iptek

    By: @Imamferi_cool

    Jum’at ini seperti jum’at-jum’at kemarin, tidak ada yang spesial maupun yang bisa dirayakan. Hanya saja, pada Jum’at kali ini saya miskomunikasi dengan jam di HP saya, yang saya ingat, jam di HP saya dengan jam di dinding berbeda 30 menit, sehingga ketika saya melihat HP jam 11.00, saya mengira jam sudah menunjukan jam 11.30. Saya langsung bersiap-siap melaksanakan kewajiban shalat Jum’at dan menyegerakan untuk pergi ke masjid.

     

    Ketika sampai di masjid, ternyata baru 1 orang yang sudah datang ke masjid karena memang kebetulan beliau salah satu pengurusnya. Akhirnya, demi mengisi kekosongan, saya shalat sunnah dan melakukan beberapa doa daripada berdiam diri tanpa arah. Selesai semua, yang saya bisa lakukan ketika itu hanya bengong dan menghayal tanpa arah. Akhirnya, timbul satu pertanyaan besar di dalam hati, “Kenapa yang datang lebih awal ke masjid ini lebih banyak orang-orang yang sudah berumur? Kemana para pemudanya?”. Disini saya berpikir dan berpikir, “Apakah para pemuda sekarang sudah banyak menurun kualitas ibadahnya? atau sudah lebih mementingkan kegiatan lain?”.

    Sayang sangat disayang, kalau pada hari ini kita lebih sering lalai terhadap tugas yang diberikan oleh tuhan kita, tugas untuk melaksanakan ibadah 5 waktu dalam sehari, membaca al-qur’an, puasa senin kamis, dan semua ibadah wajib maupun sunnah yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Padahal, kita selalu mendengar, bahwa EQ dan SQ lebih penting daripada IQ, dan yang ingin saya sambungkan disini adalah, “Ketika seseorang menjalankan ibadah, secara tidak langsung dia dapat meningkatkan kualitas spiritualnya”. Dengan meningkatnya spiritual, sekaligus bisa meningkatkan level emosional manusia apabila dia bisa meresapi ibadah atau ajaran agamanya dengan baik.

    Kalau kita mencari cerita kesuksesan suatu tokoh yang kita segani, Bill Gates misalnya, dia berhasil membangun perusahaan sebesar Microsoft dan menjadi salah satu orang terkaya dunia. Kalau kita lihat kebelakang sebelum beliau menjadi sukses seperti sekarang, ternyata beliau tidak terlalu sukses dengan kuliahnya meski sebenarnya beliau memilki IQ yang tinggi. Beliau lebih memilih untuk melanjutkan proyek membuat OS-nya daripada kuliah, menawarkan aplikasinya kesana kemari, mungkin sudah ribuan kali aplikasi beliau ditolak dan dicemooh. Tetapi, yang kita harus garis bawahi disini adalah “apakah beliau menyerah begitu saja?”. Seandainya beliau menyerah dan tidak berani mengambil resiko, maka nama beliau tidak akan seharum sekarang.

    Contoh lain mungkin presiden pertama Negara kita, Ir. Soekarno. Beliau merupakan presiden pertama negara RI dan cukup ditakuti oleh Negara-negara di dunia pada saat itu. Kalau kita melihat perjuangan beliau, sudah banyak cobaan yang diderita dari pengasingan, penyiksaan maupun rencana pembunuhan oleh orang yang tidak suka dengan beliau agar menjatuhkan mentalnya sehingga menyerah dari perjuangan. Tetapi, mari kita garisbawahi kembali disini, “Apakah beliau menyerah dan memilih hidup tenang?”. Seandainya beliau menyerah ketika itu, maka kita tidak akan pernah mengenal nama soekarno sebagai presiden pertama RI dan kehebatannya dalam bepidato.

    Menyerah, adalah kata tabu bagi manusia yang mempunyai tingkat kecerdasan emosional yang tinggi. Untuk membangun pondasi kecerdasan emosional yang kuat harus diiringi kecerdasan spiritual yang bisa didapat dari ibadah kita. Anda seorang muslim, maka shalatlah anda, apakah anda seorang kristian, maka ibadahlah anda pada aturan agama yang sudah ditetapkan, apakah anda beragama hindu, budha dan yang lainnya, maka beribadahlah. Intinya adalah ibadah, ibadah dan ibadah. Ibadah untuk meningkatkan kekuatan dan pondasi kecerdasan spiritual kita. Oleh karena itu, “IQ, EQ dan SQ itu penting, tetapi mari kita bangun emosional dengan spiritual, dan intelektual berdasarkan emosional”.

    “Mari kita sukses bersama, karena dibalik semua orang sukses, pasti ada orang lain yang mendukung dan membantunya sehingga mencapai puncak kesuksesan”