Home > Artikel > Antara GNU dan Linux

Antara GNU dan Linux

Bulan November lalu, kita kedatangan seorang tokoh teknologi informasi yang merupakan 'biangnya' hal-hal berikut ini: GNU, Free Software, GPL, GIMP, Gnome, Debian, GNU Emacs, dan tentunya GNU/Linux. Tokoh tersebut adalah Richard Stallman. Projek GNU yang dimulai tahun 1984 setelah Richard keluar dari MIT gara-gara ketidakpuasannya tehadap eksklusivitas industri komputer, yang menerapkan kebijakan menutup akses ke source code driver printer Xerox yang dipakai di laboratoriumnya. Richard berpendapat, software seharusnya bebas diutak-atik, agar siapapun dapat membetulkan kesalahan (bug) di dalamnya. Bagaimanapun juga, sebuah software tidak (akan pernah) sepenuhnya bebas dari bug, jadi apa salahnya jika mereka, yang punya kemampuan, bisa membantu membetulkan bug-bug tersebut. Richard kemudian mendirikan Free Software Foundation, sebuah organisasi nirlaba yang mendukung projek GNU, terutama di sisi pembiayaan dan legal, dan tentunya mendefinisikan GNU GPL (General Public Licence) sebagai 'dasar hukum' software-software yang dirilis oleh projek GNU. Lisensi ini melindungi free software (perangkat lunak bebas) yang dirilis GNU agar tetap bebas, meskipun dioprek sampai habis. GNU sendiri adalah singkatan rekursif dari Gnu's Not Unix, menunjukkan perlawanan Richard terhadap lisensi Unix yang waktu itu sangat ketat, dan tekadnya untuk membuat suatu sistem operasi yang lengkap, bebas, handal, dan kompatibel dengan Unix, namun bukan Unix (tidak mengandung sebaris pun source code Unix). Sampai akhir 80-an, projek ini sudah menghasilkan sejumlah toolkit untuk sistem operasi, seperti gcc (GNU C Compiler), GNU Emacs (editor teks), glibc (GNU Library C), bash (Bourne Again Shell), namun kernel alias inti dari sistem operasi itu sendiri, yaitu Hurd, tak kunjung selesai (bahkan sampai hari ini). Apa jadinya sebuah sistem operasi tanpa kernel ? Untungnya, di tahun 1991, seorang mahasiswa Finlandia, Linus Torvalds, yang kurang puas dengan kinerja Minix (sebuah klon Unix karya Profesor Andrew Tanenbaum), mencoba membuat sendiri sistem operasi mirip Minix. Berlawanan dengan GNU, ia mencoba menciptakan kernelnya lebih dahulu, yang dinamakan Linux. Linux ternyata berkembang lebih cepat dibandingkan Hurd, apalagi Linux dibuat menggunakan toolkit buatan GNU, sehingga kompatibel dengan sistem yang tengah dibangun GNU. Akhirnya, tahun 1993, dirilislah SLS Linux, distro Linux pertama yang menggabungkan kernel Linux dan toolkit GNU menjadi sistem operasi yang lengkap dan siap pakai. Sampai sekarang, ada puluhan, mungkin ratusan distro Linux tersebar di seluruh dunia.

Sebuah kisah yang sudah menjadi legenda, dan akan terus diulang-ulang setiap kali kta mebicarakan sejarah sistem operasi yang disebut Linux. And live happily ever after? ternyata tidak. Sampai saat ini, Richard masih menyatakan kurang puas, terutama dengan penyebutan Linux, alih-alih GNU/Linux, sebagai sistem operasi yang kita kenal sekarang ini. Secara de facto, Richard berhak untuk merasa gelisah, karena baginya, Linux hanyalah sebagian (kecil) dari sistem operasi GNU yang dia ciptakan. Meskipun sampai sekarang ini sistem operasi GNU belum selesai, karena kernelnya, Hurd, tidak kunjung operasional. Penulis bisa menyebut ini sebagai salah kaprah terbesar dalam dunia Linux. Dan, salah kaprah tidak selamanya berakibat buruk, apalagi dalam soal penyebutan GNU/Linux sebagai Linux, masih bagus dibandingkan orang menyebut RedHat Linux, Linux Mandrake, SuSE Linux sebagai RedHat, Mandrake, dan SuSE saja. Mengapa salah kaprah ini bisa terjadi? Ada beberapa sebab tentunya, di antaranya :

  1. Para pembuat distro Linux, kecuali Debian dan Stampede, kebanyakan hanya menggunakan nama Linux, bukan GNU/Linux untuk distronya, seperti: RedHat Linux, Linux Mandrake, Caldera (sekarang SCO) OpenLinux, SuSE Linux, atau Trustix Secure Linux. Bahkan beberapa di antaranya tidak menggunakan nama Linux sama sekali, seperti Trinux, WinBI, Yggdrasil, atau LibraNet. Sehingga, para user Linux, terutama pemula, hanya tahu nama Linux sejak mencoba distro pertamanya. Meskipun sebagian pembuat distro, mencantumkan nama GNU/Linux pada sleeve CD-nya, atau pada file-file teks di dalam CD sebagai keterangan mengenai definisi dan latar belakang Linux, tetap saja, tidak banyak yang menggali sejauh itu.
  2. Nama Linux lebih familiar, mudah diucapkan, dan berdaya jual (mengingatkan pada Unix) dibandingkan GNU/Linux, atau GNU, yang bisa membuat tersedak (maaf) jika diucapkan. Selain itu, maskot penguin milik Linux terlihat lebih menyenangkan dibandingkan logo kambing gunung milik GNU. Belum lagi jika memang harus menggunakan istilah GNU/Linux, logo mana yang harus dipakai, apakah penguin naik kambing? :) (sorry, Mr Stallman)

Menurut hemat penulis, Richard boleh mengatakan apapun yang diyakininya benar. Di sisi lain, industri komputer, khususnya software (dalam hal ini produsen distro) mempunyai penafsirannya sendiri untuk penamaan sistem operasi yang kita kenal sebagai Linux ini. Dalam banyak hal, industri inilah yang lebih berpengaruh, seperti saat nama IBM dipisahkan dari nama PC. Penamaan (penyebutan) PC tidak mengubah sejarah dan fakta bahwa IBM-lah yang menciptakannya untuk pertama kali dan mendefinisikan standar untuk pengembangannya secara terbuka sehingga industri komputer sekarang lebih didominasi oleh para suplier hardware dan software untuk platform ini. Standar PC sekarang didefinisikan secara de facto oleh Intel dan Microsoft, namun kedua perusahaan itu tidak pernah menyarankan sebutan Microsoft/Intel/PC, meskipun ada istilah slang 'Wintel' (Windows-Intel) untuk menyindir dominasi keduanya, toh nama itu tidak pernah menjadi nama generik PC. Begitu pun dengan kasus GNU/Linux ini, penyebutan Linux tidak akan mengubah sejarah, dan fakta bahwa Linux hanyalah kernel yang melengkapi sistem operasi (yang sebagian besar komponennya) buatan GNU. Hal itu juga tidak mengubah fakta bahwa sistem operasi ini telah menumbuhkan bisnis baru di bidang software (dan juga hardware), meskipun sifatnya bebas dan sangat terbuka. Apalah artinya sebuah nama ? Bagi Richard Stallman, sangat penting. Bagi industri, tergantung kepentingan. Bagi user, itu pilihan mereka. Bukankan semuanya mengandung pilihan, sebagai konsekuensi keterbukaan ? Sekali lagi, hal ini bagi Richard adalah prinsipiil, bagi industri dan sebagian dari kita mungkin tidak sedemikian penting.

Richard memang punya alasan kuat untuk menyatakan GNU/Linux alih-alih Linux, karena ia punya projek yang belum selesai, projek yang sebenarnya menjadi tujuannya semula, yaitu GNU/Hurd. Jadi, penyebutan GNU/Linux bukan untuk membedakannya dengan Linux (kernel), karena sampai saat ini belum ada sistem operasi (distro) yang menggunakan kernel Linux tanpa toolkit GNU (kecuali embedded Linux?). Penyebutan GNU/Linux adalah untuk membedakannya dengan GNU/Hurd, sebagai sistem operasi buatan GNU sesungguhnya.

Artikel Terkait

back to index


Homepage ini seisinya © 2002-2007 oleh Imam Indra Prayudi 1