Home > Artikel > Ketika StarOffice Tak Lagi Gratis

Ketika StarOffice Tak Lagi Gratis

Mungkin banyak yang tidak memperhatikan, bahkan terkejut ketika Sun Microsystems mengumumkan bahwa versi terbaru StarOffice, yaitu versi 6, yang akan dirilis bulan Mei 2002 tidak lagi gratis, bukan lagi freeware, dan tidak bisa lagi didownload dan disebarluaskan secara bebas seperti sekarang ini. Apalagi di Indonesia, mungkin hanya para pengguna setia Linux yang sedah terbiasa menggunakan suite ini akan merasa was-was, meskipun Sun tidak akan merazia para pengguna versi-versi sebelumnya (versi 5.x). Namun, tetap saja kabar ini cukup mengagetkan para pengguna setia StarOffice, yang selama ini mati-matian belajar dan sudah susah payah beralih dari aplikasi suite lain (baca: MS Office), ternyata nantinya harus bayar juga. Belum lagi kalau mereka tahu bahwa versi Solaris StarOffice ternyata tetap gratis, sedangkan versi Windows dan Linuxnyalah yang mesti bayar, meski belum ditentukan berapa harganya.

Rasa was-was memang tak bisa dihindari, mengingat StarOffice adalah aplikasi suite terpopuler di platform Linux dan hampir identik dengan aplikasi suite untuk Linux seperti halnya MS Office terkait dengan MS Windows. Pertanyaan-pertanyaan pun muncul, seperti bagaimana selanjutnya, haruskah ikut membayar juga, apakah ada alternatif gratis lain yang sebanding, dan lain-lain. Sayang sekali memang, kabar ini muncul di saat yang kurang tepat, saat StarOffice 6 versi betanya banyak dipuji dalam hasil tesnya karena fitur-fitur barunya serta kecepatannya tanpa mengorbankan fungsionalitas dan kompatibilitasnya. Seharusnya memang Sun Microsystems mengumumkan keputusannya sebelum versi beta dirilis. Mungkin ini salah satu taktik mereka agar orang-orang tetap tertarik membeli versi penuhnya nanti.

Bila dilihat dari sejarahnya, StarOffice memang aplikasi komersial. Namun, pembuatnya waktu itu, Star Division, berusaha mempromosikannya dengan merilis versi personalnya secara gratis, dengan syarat pemakainya mendaftar di situsnya untuk mendapatkan nomor seri untuk bisa melakukan instalasi. Linux pada waktu itu baru mulai berkembang, dan belum banyak aplikasi yang dibuat khusus untuk Linux. StarOffice sendiri tersedia versi Linuxnya, bisa disebarluaskan secara bebas, dan cukup fungsional untuk kebutuhan sehari-hari. Ini semua membuat StarOffice menjadi populer, apalagi banyak distro Linux yang mengemasnya. Tahun 1999, Star Division dibeli oleh Sun Microsystems, dan lisensi StarOffice menjadi freeware yang tidak membutuhkan registrasi. Tahun 2000, StarOffice versi 5.2 dirilis dan sampai saat ini tetap menjadi suite terpopuler di platform Linux.

Strategi Sun untuk membeli Star Division dan menyebarkan StarOffice secara gratis adalah untuk merebut pasar koroporat yang dikuasai MS Office. Namun, ternyata para administrator malah ragu-ragu memasang StarOffice di lingkungannya karena meragukan kualitasnya akibat lisensinya gratis. Konon, di kalangan korporat berlaku pemeo, barang gratis itu jelek, makin mahal makin bagus (kecuali di perusahaan miskin). Akibatnya, strategi Sun tidak berjalan mulus, walaupun StarOffice sendiri sangat bagus bila dibanding harganya. Nah, karena membantu para pemakai pribadi yang kekurangan duit untuk membeli suite komersial tidak termasuk strategi Sun, maka wajarlah bila StarOffice akhirnya dibuat tidak gratis lagi, untuk meyakinkan pihak korporat bahwa StarOffice itu bagus, dan multiplatform lagi. Adapun kenapa versi Solarisnya dibuat tetap gratis, ya jelas wong Solaris itu bikinan Sun sendiri, yang harganya mahalnya minta ampun, dan dijual bersama server Sun berprosesor SPARC yang harganya jauh lebih mahal lagi. Jadi, hitung-hitung bonus buat mereka yang nekad beli produk Sun yang supermahal itu.

Lalu, bagaimana dengan kita, para opreker miskin yang masih belajar untuk beralih ke masa depan, meninggalkan Windows yang semakin mahal dan makin bermasalah itu ke platform Linux yang jauh lebih murah, handal, dan lebih memusingkan itu? Untunglah, Sun Microsystems masih berbaik hati, dengan merilis source code StarOffice untuk dikembangkan secara bebas, yang dikenal dengan projek OpenOffice. Model pengembangannya mirip-mirip dengan projek Mozilla yang juga merupakan versi open source dari browser Netscape 6. OpenOffice bisa dikatakan 90% identik dengan StarOffice 6, kecuali beberapa komponen yang dikembangkan pihak ketiga dan harus dilisensi oleh Sun, terpaksa dihilangkan, seperti Adabas Database, Spelling Checker, clipart tambahan, dan beberapa template. Rilis terakhir OpenOffice (bernomor 641) yang bisa didapatkan dari CD InfoLinux edisi 1/2002 telah penulis coba, bahkan artikel ini ditulis menggunakan OpenOffice Writer. Karena penulis belum sempat mencoba versi beta StarOffice 6, maka penulis tidak bisa membandingkan secara langsung. Namun, dibanding StarOffice 5.2, ada perubahan terutama pada startup program, fasilitas StarOffice Desktop kini dihilangkan, dan OpenOffice Writer secara default terbuka. Untuk membuat dokumen tipe lain, tinggal klik menu File --> New --> lalu pilih dari tipe dokumen yang tersedia (spreadsheet, presentation, drawing, sampai labels dan business cards). Untuk yang pernah membuat database menggunakan StarOffice versi sebelumnya tersedia fasilitas import di menu AutoPilot. Singkatnya, OpenOffice bisa dijadikan alternatif bagi mereka yang sudah terbiasa menggunakan StarOffice dan tidak punya anggaran untuk mengupgrade ke versi 6. Bagi yang masih membutuhkan aplikasi database dan tambahan yang tidak terdapat di OpenOffice, pilihan Anda tinggal mengupgrade dengan tambahan biaya atau tetap memakai versi 5.2.

Bagi yang ingin menengok alternatif lain, baik yang gratis maupun yang bayar, silakan simak daftar berikut ini :

  1. KOffice : kandidat terkuat penantang OpenOffice di masa datang. Dikembangkan oleh tim pengembang KDE, Koffice kini mencapai versi 1.1.1. Belum sematang dan selengkap StarOffice/OpenOffice, namun prospeknya cukup cerah di masa datang.
  2. Siag Office : terdiri atas 6 aplikasi mulai pengolah kata, spreadsheet, pembuat animasi, pembuat grafik, browser dan editor HTML, dan viewer PDF/PostScript. Kurang populer, namun patut dicoba.
  3. Gnome Office : merupakan sebutan bagi paket aplikasi standar di paket desktop Gnome yang terdiri atas AbiWord, Gnumeric, Dia, dan GIMP. Karena dikembangkan sendiri-sendiri, integrasi antaraplikasi sangat kurang meskipun aplikasi standalonenya masing-masing cukup superior. Di masa depan kemungkinan akan digantikan oleh OpenOffice.
  4. WordPerfect Office : merupakan versi Linux dari suite komersial buatan Corel yang sesungguhnya hanya kemasan versi Windowsnya ditambah emulator Wine untuk bisa dijalankan di Linux.
  5. ApplixWare : suite komersial ini sudah cukup matang dan banyak dikenal di kalangan pengguna Linux dan Unix.

Nah, sekarang kembali kepada Anda untuk memilih sendiri aplikasi yang Anda sukai. Platform Linux dan open source sepenuhnya mengenai pilihan, jadi selalu ada alternatif lain. Kalau tidak ada? Siap-siaplah memulai projek baru! Selamat ber-Linux ria !

Referensi Silang :

Artikel Terkait

back to index


Homepage ini seisinya © 2002-2007 oleh Imam Indra Prayudi 1