WEJANGAN-WEJANGAN KI AGENG SURYOMENTARAM

KESAKSIAN  KI  ASRAR

HARIAN BERITA BUANA - Selasa, 23 September 1975

Sekitar Pencetus Idee Pembentukan Peta
Ki Asrar ikut menandatangani dengan darah
permohonan pada Tenno Heika



Yogyakarta, (Buana)

Mohammad Asrar Wiryowinoto (63 tahun) adalah salah seorang diantara dua orang yang kini masih hidup yang ikut tanda tangan dengan darah dalam surat kesanggupan dirikan PETA yang dikirim kepada pemerintah Jepang. Seperti diketahui dan pernah dimuat Berita Buana, Ki Ageng Suryomentaram yang jadi sesepuh gerakan ini.

Ki asrar katakan kepada pembantu Buana di Yogya, bahwa dalam meninjau kembali peristiwa itu kini kita perlu ingat bahwa dalam pendudukan Jepang pada masa itu (situasi) gawat sekali. Tambahan pula biasa terjadi dalam masa-masa seperti di atas hal-hal yang bersangkut paut dengan politik, beritanya sering (berbeda) dari peristiwa sebenarnya.


Ki Ageng berunding dengan teman-temannya

Setelah Jepang menduduki Indonesia dan Belanda tinggalkan tanah air kita, maka Ki Ageng Suryomentaram dengan beberapa temannya kerap kali mengadakan pertemuan, yang isinya membahas nasib bangsa Indonesia ditilik dari kawruh jiwa.

Pertama di rumah Ki Atmosutidjo, di kampung Ngadinegaran Yogyakarta, menurut Ki Asrar bisa disimpulkan sebagai berikut:

  1. Bangsa Indonesia perlu tingkatkan dirinya agar berharga dalam kancah perkembangan dunia.
  2. Perlu tentara untuk memperkuat cita-cita itu.
  3. Jepang sedang perang dengan Sekutu, maka kita perlu beri bantuan.
  4. Kita sanggupkan diri untuk dirikan tentara Pembela Tanah Air, yang sekaligus untuk tunjukkan rasa terima kasih kita kepada Jepang.

Ki Asrar yang sampai kini jadi Abdidalem Kraton Yogyakarta ini memang tahu bahwa Ki Ageng Suryomentaram kerap kali hubungan dengan seorang Jepang yang bernama ASANO, tetapi ia tidak tahu pasti sampai seberapa jauh hubungan itu. Yang ia ketahui dari kabar bahwa ASANO adalah pimpinan Samubipan (?) atau intelijen Jepang di tanah air kita.

Sehabis pertemuan itu Ki Ageng Suryomentaram bersama Ki Atmosutidjo ke Jakarta. Menurut laporannya bertemu dengan Mr. Sudjono (Juru Bahasa Pemerintah Jepang) putra Ki Prawirohardjo di Salatiga. Mr. Sudjono anjurkan agar Ki Ageng bersama Ki Atmosutidjo temui "4 serangkai". Tetapi sayang bahwa maksud ketemu "4 serangkai" gagal karena Bung Karno sedang cuti, karena baru menikah dengan Ibu Fatmawati.

Akhirnya dengan perantaraan Ki Hadjar Dewantara, Ki Ageng Suryomentaram, Ki Atmosutidjo dan Mr. Sudjono bisa ketemu Bung Karno. Dalam wawancara dengan Bung Karno itu antara lain Ki Ageng Suryomentaram sampaikan gagasannya yang dapat dukungan dari Bung Karno. Ki Ageng tunjukkan buku "Jimat Perang" yang diharapkan jadi pedoman dalam pembinaan Tentara Pembela Tanah Air.

Bung Karno yang jadi pimpinan "4 serangkai" menerima buku "Jimat Perang" dan berkata yang isinya agar pelaksanaan selanjutnya diserahkan (pada) Bung Karno dan beliau sanggup jadi "trompet" Ki Ageng Suryomentaram.


Ki Ageng bersama Ki Atmosutidjo kembali ke Yogya.

Tetapi beberapa waktu lamanya Ki Asrar tidak berjumpa dengan Ki Ageng Suryomentaram ataupun Ki Atmosutidjo. Malah ia sudah mendengar pengumuman bahwa Gatot Mangkupradja akan dirikan PETA.

Sehabis pengumuman itu, Ki Ageng dan teman-temannya adakan pertemuan lagi di Ngadinegaran. Inti pembicaraan bahwa usul pembentukan PETA telah terkabul, maka mereka akan segera memperkuat dengan surat pernyataan dan ditandatangani bersama dengan darah masing-masing.

Sekelompok pejuang ini lantas adakan audiensi kepada Tjokan Koka di Kotabaru Yogya secara resmi.

Kemudian menyusul surat-surat/pernyataan-pernyataan lain dari bermacam-macam pergerakan atau badan-badan.

Perlu ditambahkan bahwa ASANO adalah pimpinan intelijen Jepang yang bergerak dalam masalah kejiwaan. Kurir Asano yang kerap mengadakan hubungan dengan Ki Ageng Suryomentaram dan kawan-kawan adalah Sumadi Brontokuncoro (dulu Redaktur salah sebuah surat kabar di Semarang).

Ki Asrar terangkan bahwa bisa juga sebelum pembentukan PETA itu diluluskan dari Tokyo lebih dulu jalannya dari: Ki Ageng Suryomentaram dan kawan-kawan -- Asano -- Tokyo dan kemudian dari pusat pemerintahan Jepang ini timbul perintah untuk meluluskan kepada Saiko Sikikan di Jakarta.

Konklusi Ki Asrar: "Jiwa falsafah "Jimat Perang" timbul dari Ki Ageng Suryomentaram, tetapi pelaksanaannya oleh Gatot Mangkupradja. Dalam hal ini Bung Karno seandainya dalam permainan sepakbola sebagai spil-nya. Kecuali Bung Karno minta agar Ki Ageng percayakan kepada beliau, juga menyanggupi untuk jadi terompet Ki Ageng. Bisa juga Bung Karno dalam melaksanakan pembentukan PETA ini memanggil Gatot Mangkupradja."

-- (Buana/P-Yun)


Hosted by www.Geocities.ws

1