Fahri pun mencoba untuk mengajukan bukti surat cinta dari Noura yang dititipkannya pada Syeikh Utsman, sebagai bukti bahwa Noura-lah yang mencintai Fahri. Tetapi ternyata surat cinta Noura tidak dapat ditemukan karena disembunyikan oleh Syeikh Utsman yang telah meninggal. Fahri pun mengajukan Maria sebagai saksi, tapi ternyata Maria dan ibunya telah menghilang semenjak Maria mengalami kecelakaan. Aisha pun mencoba mencari tahu dimana Maria, dan akhirnya bisa menemukan tempat tinggal Maria yang baru dan pergi ke sana.

Di persidangan, Noura yang tengah hamil itu memberikan kesaksian bahwa janin yang dikandungnya adalah anak Fahri. Pengacara Fahri tidak dapat berbuat apa-apa karena ia belum memiliki bukti yang kuat untuk membebaskan kliennya dari segala tuduhan. Fahri pun harus mendekam di bui selama beberapa minggu. Penanganan kasus hukum di Arab sangat berbeda dengan di Indonesia, terutama terhadap kasus pelanggaran yang berhubungan dengan  Islam.

Satu-satunya saksi kunci yang dapat meloloskan Fahri dari fitnah kejam Noura adalah Maria. Marialah yang bersama Noura malam itu (malam yang Noura sebut dalam persidangan sebagai malam dimana Fahri memperkosanya).

Tapi Maria sedang terkulai lemah tak berdaya.  Atas desakanAisha, Fahri menikahi Maria. Mariapun sadar dari koma panjangnya. Setalah itu dalam persidangan Maria memberikan kesaksian secara jelas-jelasnya di hadapan hakim dan penuntut, tapi para hakim belum bisa menerima penjelasan Maria tersebut.

Proses hukum berlangsung lama. Persidangan Fahri pun digelar kembali, dan Maria pun bersaksi bahwa Fahri tidak memperkosa Maria. Seusai kesaksian Maria, Noura pun mengakui bahwa Bahadur-lah yang memperkosa dirinya, dan dia memfitnah Fahri.

Akhirnya Fahri bebas, dan tinggal bertiga bersama dengan Maria dan Aisha di apartemen Aisha. Kebahagiaan Fahri pun dimulai, dimana dia memiliki 2 orang istri yang menyayanginya, tapi itu tidak berlangsung lama, karena Aisha akhirnya memilih pergi ke Turki untuk menenangkan diri dan mencoba menerima semua keadaan ini.

Fahri, Aisha, dan Maria mampu menjalani rumah tangga mereka dengan baik. Aisha menganggap Maria sebagai adiknya, demikian pula Maria yang menghormati Aisha selayaknya seorang kakak. Tidak ada yang menduga jika maut akhirnya merenggut Maria. Namun Maria beruntung karena sebelum ajal menjemputnya, ia telah menjadi seorang mu’alaf.

Dari buku ini kita tahu bahwa Fahri selalu “menjaga diri” di tengah wanita-wanita yang dekat dengannya. Hal itu Fahri lakukan karena rasa cintanya pada Yang Maha Kuasa. Fahri berusaha konsisten dengan prinsip, dan ajaran agama yang ia pegang teguh. Cinta Fahri pada agama dan Sang Khalik menuntunnya pada cinta Aisha.