Aku Winny Prasanti. Biasanya aku dipanggil Winong. Itu nama aku dapetin dari temen aku namanya Fiko waktu aku kelas 10 ban ternyata nama itu sekarang jadi nama lapangan aku.

Foto yang diatas itu foto aku setelah aku tobat (hijab)hha.
Menjadi jilbaber adalah salah satu rencana yang dahulu tak pernah aku rencanakan (rencana yang tak terencana??/gak mudeng ya udah).
Aku anak kedua dari empat bersaudara, yang punya seorang kakak perempuan dan dua orang adik laki-laki. Awalnya aku merasa terlahir dengan bukan sepenuhnya çewek’. kenapa?. Dari kecil appearance aku terlihat seperti çowok. Pakaian yang kukenakan pun juga jauh dari standar baju cewek. T-shirt dan clana sampai lutut yang berukuran lebih besar dari ukuranku yang tiap kalai aku kenakan. Bahkan semasa kecil aku hanya punya SEBUAH rok (itupun kado dari kenalan ayah). Terkadang aku meresapi bahwa sepertinya hal ini wajar terjadi padaku. Aku tinggal dikomplek perumahan yang terdiri dari anak-anak cowok sebayaku. Alasan yang lain, pada waktu itu aku merupakan anak kedua yang juga mempunyai sama gender sama kakak aku, yaitu perempuan. Meanwhile, aku ngrasa kayaknya ayah aku pengen bisa maen sama anak laki-laki. Oleh sebab itu, terkadang posisiku dirumah bisa sebagai anak laki-laki. Sebenarnya teguran dari saudaraku untuk menjadi cewek sepenuhnya kian datang. Tapi, aku cuekin aja.


Hingga pada akhirnya, semua berubah ketika aku menginjakkan kakiku di sebuah sekolah, Dimana aku menemukan banyak jilbaber dan juga teman-temanku yang berpindah dari yang tak berjilbab menjadi jilbaber. Aku waktu itu sempat penasaran tentang apa sebenarnya keistimewaan dari jilbab. Badan tertutup, terkadang udara susah masuk, dan ribet kalau mau kemana-mana.
Tapi kemudian pelajaran PAI (pendidikan Agama Islam) kelas satu mengajarkanku akan pentingnya jilbab, dan segala sesuatu keunggulan jilbab.
Dari situlah muncul butir-butir keinginan untuk mengenakannya. Aku akhirnya konsultasi pada orang tuaku, dan ternyata mereka setuju-setuju aja, asalkan siap nanggung semuanya setelah aku menjadi jilbaber nanti. “sekali pakai jilbab, jangan pernah buka-buka lagi” , itu pesan dari nyokap aku.
akhirn ya keputusanku bulat , dan aku berhasil mengenakannya pada idul fitri tahun ini tahun 2011 dan alahamdulillah, itu akan berlanjut sampai hari ini, beok dan selamanya.


Ada yang ketinggalan. Di SMA, teman-teman mengenalku sebagai sosok yang tak pernah menjadi wanita seutuhnya alias cewek jadi-jadian. Mereka terkejut sekaligus bersyukur, paling tidak aku sudah mengenakan sesuatu yang seharusnya aku kenakan.