Home > Artikel
> The Linux Bloopers: The Myths and Truths around Linux
The Linux Bloopers: The Myths and Truths around Linux
Di bawah ini, penulis mencoba mengulas mitos-mitos dan kesalahkaprahan
seputar Linux, terutama yang terjadi di Indonesia saat ini, tentunya dari sudut
pandang penulis. Tentunya, walaupun penulis mencoba untuk seobjektif mungkin
tentunya kesalahan dan kekhilafan masih bisa terjadi. Untuk itu, penulis mohon
bantuan para pembaca yang kebetulan lebih mengetahui.
- Linux itu gratis : Harus dibedakan antara Linux sebagai kernel dan
Linux sebagai sistem operasi lengkap dan platform. Linux sebagai kernel adalah
gratis segratis-gratisnya, silakan didownload, dikopi, di-hack, diobrak-abrik,
dijual, diberikan kepada siapapun, atau dibuang begitu saja, sepanjang Anda
mematuhi lisensi GNU GPL yang digunakan, yaitu segala modifikasi harus terikat
lisensi yang sama (GNU GPL), yang akibatnya harus tersedia secara bebas. Terjemahan
kata Free (bahasa Inggris) dalam bahasa Indonesia bisa berarti bebas
atau gratis. Terjemahan yang tepat dalam konteks Linux adalah bebas, sesuai
dengan filosofi bahwa Linux itu lebih sebagai Free Speech dibandingkan
Free Beer. Jadi, orang boleh jualan Linux, tidak dilarang, selama ada
yang mau beli. Harus diingat pula bahwa tidak semua distro itu gratis, atau
menyediakan versi gratis yang bisa didownload dan disebarluaskan secara bebas
(seperti Caldera dan WinLinux). Komponen sebuah distro Linux itu beragam sumber
dan lisensinya. Kadang-kadang terdapat komponen komersial yang disertakan
atau berlisensi terbatas (seperti YaST pada SuSE) yang membatasi penyebarluasannya.
Mencampur Linux dan program komersial diizinkan, namun Linuxnya sendiri tetap
free.
- StarOffice itu open source : Dua kali penulis menjumpai pernyataan
ini dalam media resmi: pada Seminar Open Source di STIMIK Akakom Yogya 23
Maret 2002 dan di InfoLinux 1/2002. Sepanjang sejarahnya, StarOffice belum
pernah menjadi open source dan tidak akan pernah menjadi open source. Malahan,
versi 6 dari StarOffice menjadi berlisensi komersial biasa seperti halnya
MS Office atau Corel WordPerfect Office (selengkapnya, baca di sini). Versi
open source StarOffice memang ada, disebut OpenOffice, yang analog dengan
Mozilla terhadap Netscape 6. Jadi, penyebutan StarOffice sebagai aplikasi
open source cukup menyesatkan, karena yang open source itu adalah OpenOffice,
variannya, dan juga beberapa aplikasi office lain di Linux (Koffice, Siag
Office).
- Linux itu sistem operasi khusus para Hacker : karena sifatnya yang
open source dan bebas diutak-atik, Linux memang menjadi kesayangan para Hacker,
namun bukan berarti khusus untuk Hacker, atau mereka yang mengerti pemrograman
saja. Memang, para Hacker dan programer akan merasa nyaman menggunakan Linux
karena source codenya bebas diapakan saja. Namun, Linux juga punya keunggulan
lain, yaitu low-cost, yang berarti cocok bagi kita para pengguna PC biasa
yang miskin-miskin ini (atau yang pelit dalam membeli software, apalagi game).
Jangan takut mencoba Linux, karena tidak bayar dan bebas resiko, selama digunakan
sesuai aturan (macam obat saja...:)). Resiko terbesar, harddisk keformat,
bisa diatasi dengan backup teratur, yang memang seharusnya dilakukan. Penulis,
yang mulai mengenal dan bermain-main Linux sejak 1998 dan sampai saat ini
belum mampu menulis satu baris pun program, melihat banyak kemajuan yang terjadi
di dunia Linux. Distro yang semakin mudah diinstal, aplikasi yang semakin
banyak dan powerful, dukungan hardware yang semakin baik, dan sumber bacaan
yang semakin banyak (dalam bahasa Indonesia, yang saat penulis mulai bermain-main
Linux, tak satupun buku tentang Linux diterbitkan).
- Linux sulit : dalam konteks ini, kata sulit itu relatif, sulit didapatkan,
sulit diinstal, sulit digunakan, sulit dikembangkan, dan lain-lain. Semua
itu sudah tidak berlaku lagi sekarang, bahkan di Indonesia. Linux sudah mudah
didapatkan, di setiap toko penjual CD-ROM komputer hampir pasti menyediakan
salah satu atau beberapa distro Linux populer seperti RedHat, Mandrake, Trustix
Merdeka, SuSE, atau Corel (R.I.P.),
atau beli saja majalah InfoLinux, yang di beberapa edisinya menyertakan bonus
CD distro lengkap, atau beli buku mengenai Linux yang sudah banyak tersedia,
beberapa di antaranya menyertakan bonus CD distro Linux. Kalau masih sulit,
cari informasi mengenai KPLI (Klub Pengguna Linux Indonesia) setempat atau
terdekat dari domisili Anda. Di sana Anda bisa mendapatkan segala yang ingin
diketahui tentang Linux. Sulit diinstal ? Tidak juga, hampir semua distro
Linux populer (kecuali Debian dan Slackware) sudah dilengkapi instaler grafis
yang kadang-kadang lebih mudah dibandingkan instalasi Windows. Trustix Merdeka,
selain Mandrake dan SuSE bahkan menyediakan instalasi berbahasa Indonesia.
Sulit digunakan? Relatif, tergantung apa yang ingin Anda kerjakan dengan Linux.
Untuk tugas sehari-hari: mengetik, bermain game sederhana, mendengarkan mp3,
menonton VCD, dan menjelajah internet, Linux dan aplikasinya sudah memadai,
bahkan Anda lebih aman menjelajah internet menggunakan Linux dibandingkan
menggunakan Windows. Untuk beberapa tugas spesifik, seperti membuat animasi
Flash, atau membuat gambar teknik yang rumit dan publikasi yang canggih, aplikasi
di Linux mungkin belum tersedia.
- Linux itu keturunan Unix : Kesalahkaprahan yang umum terjadi. Penulis
bahkan pernah membahasnya dalam satu tulisan khusus (baca di sini). Linux tidak
pernah dinyatakan oleh bapaknya sebagai varian Unix atau saudara kandungnya,
lebih menjadi saudara tiri saja. Linux, dalam definisinya adalah unix clone,
yang tidak menggunakan satu pun baris kode dari Unix. Bila dilihat sejarahnya,
Linux lebih terkait dengan Minix, unix clone lainnya. Linus Torvalds tidak
pernah berniat membuat sebuah varian Unix, namun sebuah clone unix yang lebih
baik dibandingkan Minix, yang bebas dimodifikasi dan disebarluaskan berdasarkan
lisensi GNU GPL. Sistem Linux lengkap, yang menurut Richard M Stallman harusnya
disebut GNU/Linux semakin menegaskan penolakan klaim Unix, karena GNU=Gnu's
Not Unix. Linux yang kita kenal sekarang adalah gabungan dari kernel Linux
dan sistem operasi GNU yang waktu itu tak kunjung menyelesaikan kernelnya
(Hurd), bahkan sampai hari ini. Jika GNU/FSF mempunyai sejarah sebagai perlawanan
atas sistem lisensi Unix dan Linux sebagai usaha membuat Minix yang lebih
baik, maka jelaslah bahwa Linux bisa berarti Linux is Not Unix :). Di Indonesia,
anggapan ini timbul karena nama Linux yang mirip Unix, dan umumnya para pakar
Linux mengawali karier mengopreknya dari sistem Unix. Penulis lebih suka menyebutkan
Linux sebagai saudara tiri dari Unix, sementara BSD sebagai turunan Unix yang
gratis.
- Linux membutuhkan sumber daya yang lebih kecil dibandingkan Windows
: Gembar-gembor ini bisa jadi menyesatkan bagi sebagian besar pengguna awam.
Memang benar, Linux dapat dijalankan pada 386, namun tentu hanya sistem minimum,
tanpa Xwindow dan aplikasi tambahan (Mandrake versi 6 ke atas bahkan hanya
bisa dijalankan minimum di komputer Pentium). Jargon yang lebih masuk akal
adalah Linux lebih fleksibel untuk diinstal, mulai dari embedded device sampai
mainframe atau cluster server. Untuk menjalankan Xwindow dan aplikasi sepertri
StarOffice/OpenOffice diperlukan prosesor yang cepat dan RAM minimum 64 MB,
itulah gambaran perbandingan yang lebih masuk akal bagi pengguna umum Windows.
Memang Linux dapat mengubah komputer 386 dan 486 menjadi router atau dumb
terminal untuk mengakses Linux Terminal Server (LTSP), namun itu kan bukan
solusi standalone yang merupakan tipikal umum penggunaan PC di Indonesia.
Gambaran yang lebih realistis adalah, Linux tersedia dalam berbagai distro
yang dapat diinstal mulai dari komputer 386 sampai Pentium IV/Athlon XP, tergantung
distro yang dipilih. Distro populer seperti RedHat, SuSE, atau Mandrake bisa
menghabiskan sampai 3 GB ruang harddisk jika diinstal lengkap, tentu saja
sudah termasuk semua aplikasi yang diperlukan. Distro seperti MuLinux bahkan
muat dalam satu floppy disk, sesuatu yang mustahil bisa dilakukan Windows
versi manapun (meski Windows <= 3.1 bisa berjalan di komputer 286).
- Semua software open source itu gratis : satu lagi pemeo menyesatkan
yang masih berhubungan dengan point (1). Open Source adalah istilah pemasaran
untuk free software, diciptakan untuk mengintroduksi Free Software ke dunia
korporat. Istilah free software rupanya menakutkan kalangan korporat dengan
image software jelek, gratis, mudah dihack, tanpa support, dan tidak handal.
Padahal, Free Software menitikberatkan pada ketersediaan source code dan kebebasan
untuk menjalankan, memodifikasi, dan menyebarluaskan, bukan sekadar memberikan
secara cuma-cuma. Akhirnya, istilah open source pun diperkenalkan, mencakup
free software (GNU/Linux family) yang diperluas dengan mengadopsi model lisensi
ala BSD, X, Artistic (Perl), Mozilla (MPL), dan sebagainya. Istilah open source
jelas-jelas mengacu pada source code yang open (terbuka, tersedia), meskipun
softwarenya (dalam format biner) berlisensi komersial, karena memang tidak
disyaratkan. Open source behasil menciptakan jargon baru yang diterima kalangan
industri, namun akibatnya terjadi kebingungan antara open source dengan free
software yang lebih dahulu lahir (sejak tahun 1985), apalagi Linux (yang free
software) mulai naik daun sebagai primadona open source. Dalam pengertian
free software sebenarnya tidak dilarang menjual format biner softwarenya,
di lain pihak open source tidak melulu software berlisensi GNU GPL (yang merupakan
lisensi utama free software),namun juga berlisensi BSD, XPL, Artistic, MPL,
QPL, dan lain-lain. Jadi jangan kaget jika ada software komersial yang dinyatakan
sebagai open source, atau sebaliknya. Semua free software (yang berlisensi
GNU GPL) termasuk open source, namun open source belum tentu temasuk free
software.
- Seputar Pembajakan dan Masalah Lisensi : Masih berkaitan dengan
point (1) dan (7) seputar pembajakan, yang diartikan sebagai penyalinan dan
penyebarluasan secara ilegal sebuah karya HAKI, penulis sempat menemukan beberapa
kerancuan seputar masalah ini (baca juga). Ada satu tulisan yang menyatakan
bahwa membeli CD Linux di toko-toko CD-ROM umum itu juga membajak, dan satu
tulisan yang membahas soal Linux mengatasi pembajakan menyebutkan bahwa semua
software Windows itu dibajak. Penulis sempat dibuat kebingungan, namun untungnya
pakar Linux Indonesia, IMW menyebutkan di salah satu tulisannya bahwa di dunia
Linux/free software tidak ada istilah pembajakan (pirating), yang ada hanya
penggandaan ilegal (illegal copy), yaitu menggandakan dan menyebarluaskan
software tanpa izin dari pembuatnya. Di lain pihak, penulis melihat dan mencermati
beberapa distro yang secara eksplisit menyatakan diri sebagai distro komersial,
seperti Caldera, WinLinux, Corel, atau SuSE. Juga pada kenyataan bahwa sering
beredar CD distro (termasuk di internet) yang dijual berupa versi Full atau
Professional yang semestinya berlisensi komersial (biasanya terdiri atas lebih
dari 3 CD), sementara distro tersebut telah menyediakan versi GPL yang bisa
disebarluaskan secara bebas (tak lebih dari 3 CD kecuali Debian dan Slackware
yang memang 100% gratis). Apakah ini termasuk pembajakan, atau sekadar penggandaan
ilegal? Apalagi jika mereka yang membeli versi Full ini coba-coba mendaftar
untuk mendapatkan support resmi, apa tidak konyol jadinya? Selain itu, di
pasaran penulis pernah menemukan CD aplikasi Linux (full version) yang terang-terangan
membajak karena lisensinya komersial dari sananya, seperti NetMax Server/Firewall,
AcceleratedX, ApplixWare/Offix, Corel WordPerfect Office, CorelDraw!, dan
(mungkin nantinya) StarOffice 6. Pengguna Linux seharusnya mencermati masalah
lisensi ini, karena meskipun Linux itu gratis, aplikasinya ada yang tidak
gratis.
Kemudian soal pembajakan di Windows, berlaku sebaliknya, Windows
itu tidak gratis, namun aplikasinya ada yang gratis, jadi tidak semua aplikasi
Windows itu dibajak. Aplikasi populer seperti MS Internet Explorer, Netscape,
Winamp berlisensi freeware (gratis namun tidak open source), lalu WinZip, mIRC
berlisensi shareware (bebas disebarluaskan namun disarankan membayar). Bahkan
free software pun tersedia di Windows, seperti Apache, GIMP, atau PHP.
Mengapa penulis begitu cerewet soal lisensi ini, karena sebagai
kaum terpelajar, memang seharusnya kitalah yang menguasai soal ini dan menyebarluaskan
ke masyarakat umum.
Artikel Terkait
back to
index
Homepage ini seisinya © 2002-2007 oleh Imam
Indra Prayudi