Apr 16

filter dual media

Posted By: erick setiyawan

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi hidup dan kehidupan seluruh makhluk hidup, termasuk manusia. Tanpa air, berbagai proses kehidupan tidak dapat berlangsung. Di Indonesia, pemakaian bagi masyarakat terhadap penggunaan air pun telah dijamin melalui Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang- Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Air sungai merupakan air baku yang umum digunakan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di Indonesia. Untuk menjadi air baku air minum, air sungai tersebut harus memenuhi parameter baku mutu yang berlaku. Keberhasilan proses pengolahan air minum berkaitan erat dengan penurunan kekeruhan dan kontaminan lain yang terkandung di dalam air baku. Air yang memenuhi standar atau persyaratan kesehatan adalah air yang tidak berbau, berwarna dan berasa serta memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum.

Tingginya kuantitas sumber daya air ini tidak diikuti dengan peningkatan kualitas dan mutu yang sesuai standar baku. Sungai Musi yang menjadi punggung kehidupan masyarakat adalah contoh nyata rendahnya kualitas sumber daya air yang disebabkan oleh tingginya kandungan polutan. Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumatera Selatan 2008-2010 menyebutkan bahwa saat ini air Sungai Musi tergolong dalam kelas II dan III yang berarti bahwa air tersebut tidak layak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (Syahrul, 2011). Sebagai air minum air harus bebas dari unsur-unsur yang berbahaya. Salah satu unsur yang mempengaruhi kualitas air minum dan air domestik adalah unsur besi. Peraturan Pemerintah tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/MenKes/ PER/IX/1990 menyatakan bahwa salah satu syarat dalam sistem penyediaan air bersih adalah bahwa kandungan Besi (Fe) dalam air bersih maksimum.

Di lain pihak, terdapat sumber daya air lain yang sampai sekarang belum terjamah yaitu air rawa. Kawasan rawa khususnya di Jakabaring, Palembang sangat potensial sebagai sumber air bersih karena selain luasnya yang mencapai 7.300 ha, air rawa juga memiliki kandungan bahan pencemar yang relatif sedikit daripada Sungai Musi yang telah mengandung akumulasi limbah bahan pabrik sehingga tentunya air rawa ini mudah dijernihkan. Akan tetapi, karena rendahnya wawasan masyarakat sekitar tentang pendayagunaan lebih lanjut terhadap air rawa, sumber air yang sangat berpotensi ini hanya terbengkalai sebagai genangan air belaka.

 Berdasarkan masalah di atas, peneliti selanjutnya ingin menemukan metode alternatif untuk mengurangi daya rusak air dengan memanfaatkan filtrasi organik dari kulit pisang dan pasir kwarsa. Pemanfaatan kulit pisang sebagai filtrasi tergolong potensial dikarenakan nilai ekonomisnya yang rendah dan tingkat produksi yang tinggi yakni hingga 502.748 ton kulit pisang yang diproduksi selama setahun di Sumatera Selatan (Portal Nasional Republik Indonesia, 2007). Pemanfaatan karbon aktif tempurung kelapa sebagai filtasi sebenarnya telah dilakukan oleh Wahyu, 2000 yang menggunakan media tempurung kelapa dan pasir zeolit. Tetapi, penelitian tersebut tidak dapat membuktikan bahwa proses filtasi dapat menurunkan kandungan besi (Fe) di dalam air. Oleh sebab itu, peneliti memodifikasi penelitian sebelumnya dengan menggunakan karbon aktif kulit pisang dan pasir kwarsa sebagai media filter untuk memperoleh air bersih dengan tingkat kerjernihan, dan kandungan besi (Fe) yang memenuhi standar baku.