Raika Khairunnisa

Brain Beauty Behaviour ~(˘▾˘)~

Dengar derap langkah pahlawan menuju medan perang

memanggil setiap putera ikut bela bangsa

Dengarlah dengar nyanyian gembira bagimu pahlawan kesuma bangsa

 

          Seutas bait lagu itu tanda berakhirnya latihan paduan suara hari ini. Jam telah menunjukkan pukul 17.45, langit yang berkelok-kelok memberiku isyarat dan ternyata itu benar. Aku harus menunggu jemputan kurang lebih 1 jam. Pak Dirjo, supir pribadiku langsung membawaku masuk ke dalam mobil sambil berkata “Non, Pak Dirjo minta maaf, sepanjang jalan macet total.”

 

          Dengan Wajah yang kesal, kupandangi Pak Dirjo yang seolah-olah ketakutan, dihujan penyesalan, serta pucat pasi dan akupun mulai meluapkan semua kekesalanku terhadap Pak Dirjo. “Aku tak peduli! Mau jalannya macet atau nggak yang penting aku gak mau nunggu jemputan yang nggak datang datang.”

 

          Pak Dirjo hanya membalas perkataanku dengan senyuman, “Senyum? Bisa ya kamu tersenyum? Tau nggak aku itu dari tadi bolak balik ngeliatin ada nggak mobil yang akan menjemputku. Capek tau!.”

 

          Aku pun memulai kalimatku lagi “Atau mau saya bilangin ke papa supaya kamu dipecat, kita gak butuh supir yang gak bisa kerja dengan baik, lelet lagi” “Jangan non, jangan pecat saya non, kasihan anak saya non, kami mau makan apa nanti.”

 

          Akhirnya sampai juga aku di rumah, segera aku menghampiri papa di ruang kerja. “Pa, supir itu kerjanya gak bener, pecat aja pa!” ”Sayang, tadi kan macet, wajar saja kalo Pak Dirjpo terlambat menjemput kamu, kalau dia kita pecat, kasihan keluarganya.” “Tapi pa…” sahutku. “Oke begini saja, untuk besok besok papa akan bilang sama Pak Dirjo untuk menjemputmu leih awal.”

 

          Dengan wajah kesal, aku menghempaskan tubuhku ke tempat tidur dan aku pun terlelap.

 

          Aku merasa aneh dengan tempat ini, rasanya tentram sekali. Langit-langit beradu dengan matahari, hujan rintik rintik jatuh membasahi peraduan bumi. Kulihat Pak Dirjo berdiri diujung jalan menatapku dan melambaikan tangan.

Dia mulai mendekatiku dan akupun memanggilnya “ayah”. Nyaman sekali rasanya berada didekatnya. Kami bercerita banyak hal. Disana juga ada papa dan mama yang hanya melihatku dari kejauhan.

 

          Treng Treng Treng…

 

          Jam menunjukkan pukul 09.30, aku tersadar dari mimpiku. Aku ingat bahwa tepat hari ini sahabatku, Kirana berulang tahun.

 

          Aku tidak pernah tahu bahwa Kirana itu anaknya Pak Dirjo. Kirana adalah gadi lembut berparas manis, dia memiliki sifat yang sangat mulia yakni dermawan dan suka membantu orag lain. Semua orang suka padanya.

 

          Dari seberang jalan, ku lihat Kirana sedang duduk bercanda tawa bersama ayahnya, Pak Dirjo. Tampak teruntai suasana kegembiraan diraut wajah mereka. Pak Dirjo pun masuk ke dalam rumah dan akupun segera menghampiri Kirana.

 

          Aku mengajaknya ke suatu tempat. Kalian pasti tidak akan pernah menyangka dengan tempat ini, bahkan mungkin kalian bakal melontarkan berbagai pertanyaan mengapa Kirana diajak ke tempat ini?

 

          Inilah jawabannya, jeng jeng jeng…

 

          Setelah sampai di tempat yang kumaksud, Kirana membuka matanya dan aku segera memberikan bunga 7 warna untuk ditaburkan diatas makam ibunya. Terlihat kilauan matanya hendak menangis haru.

 

          Ku ucapkan “Selamat ulang tahun Kirana” dan diapun langsung memelukku dan mengucapkan terima kasih. Hari ini tepat  1 tahun sepeninggalan ibunya. Ibunya seorang penjual nasi uduk. Seringkali aku membeli nasinya dan rasanya luar biasa.

 

          Karena matahari beranjak pulang ke peraduannya, maka kamipun pulang ke rumah masing-masing.

 

Keesokan harinya, aku kembali sekolah dan lagi-lagi Pak Dirjo belum datang-datang. Padahal sebentar lagi gerbang sekolah ditutup. Aku menunggu dan terus menunggu, akhirnya aku terpaksa naik angkot yang kebetulan lewat di depan rumah “Daripada terlambat, mending naik angkot gapapa deh” gumamku.

 

          Kesal, kesal, keasl itu yang kurasakan sepanjang jalan sampai di sekolahanpun aku marah marah dengan teman temanku. Aku rasa ini adalah hari yang buruk yang pernah ada.

 

          Dan itu benar, sepulang sekolah, aku pulang dengan angkot lagi. Lagi? yayaya. Ternyata mama dan papa telah berangkat ke sebuah daerah di Kalimantan Barat. Tambah berat deritaku.

 

          Sore harinya, aku menyalakan televisi. Ku dengar samar samar berita itu dan akupun tergeletak jatuh ke lantai. Bi Ijah, pembantuku, mengangkatku dan akupun diberi minyak kayu putih supaya cepat sadar.

 

Akhirnya aku sadar, tak lama kemudian aku bergumam. “Aku tadi mimpi ya?” “Tidak non, non Caca nggak sedang bermimpi! Itu benar non, tadi ketika non jatuh pingsan, salah satu perawat di rumah sakit menelpon mengenai kecelakaan tersebut. Tuan dan Nyonya…” “Ada apa dengan mama dan papa? Apa yang terjadi?” “Tuan dan Nyonya tidak dapat diselamatkan” “Apaaaaaaa?” “Iya non, tuan dan nyonya telah pegi” “Itu tidak mungkin bi, bibi jangan bohong!.”

 

          Aku dan Bi ijah segera ke rumah sakit dan benar, orangtuaku telah tak bernyawa lagi, badannya kaku tak terdengar hela nafasnya. Tak terdengar detak jantungnya. Tak terdengar suaranya.

 

          Aku hanya bisa menangis, menangis dan berteriak. Apa dayaku? Anak yang baru berusia 15 tahun sepertiku ini tidak bisa berbuat apa-apa. Aku marah, aku marah kepada Tuhan. Kenapa Tuhan secepat itu mengambil orang-orang yang kucintai? Mengapa Tuhan tidak mengambilku saja! Mengapa Tuhan lebih memilih untuk mengambil orangtuaku dibanding aku?

 

          Oh Tuhan, ini tidak adil! Aku mencoba untuk ikhlas, tapi aku tidak bisa dan bahkan akupun nekat bunuh diri. Tapi, itu semua terhalangi oleh Pak Dirjo. Pak Dirjo langsung merangkulku dalam pelukannya dan akupun hanya bisa terdiam. Pak Dirjo berusaha menenangkanku dan bercerita bahwa aku adalah anak kandungnya. Sewaktu aku dilahirkan, keluarga papa dan mama tidak memiliki anak dan kebetulan Pak Dirjo tidak punya uang untuk membiayai proses bersalin.

 

          Jadi, aku diambil oleh keluarga papa dan mama sebagai anak mereka. Aku diberikan fasilitas yang mewah, segala yang aku mau pasti dipenuhi serta kasih sayang.

 

          Aku masih terdiam dan sejenak berpikir, ternyata selama ini aku telah durhaka kepada ayah kandungku, aku tak menghormatinya dan aku sering marah-marah padanya.

 

          Dan sekarang aku berjanji,aku akan berbuat baik kepada semua orang dan aku akan menjaga ayah. Ayah maafkan aku, aku sangat menyayangimu.


ZING!




Flag Counter

©2013 Raika Khairunnisa